NAMA : DWI
CATUR AGUSTINA
NPM :
22212277
KELAS :
2EB20
1. HUKUM
PERIKATAN
A. Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut
“verbintenis”.Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di
Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu
terhadap orang yang lain.
Sedangkan Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu
hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak
yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
B. Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di
Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang
dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan
manusia.Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi
perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH
Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan
( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari
undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian,
tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan
perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang
:
1.
Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata )
: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata
) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau
dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
C. Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur
dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas
konsensualisme.
• Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
• Asas konsensualisme Asas konsensualisme,
artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara
para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP
Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang
Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni
para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam
hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap
menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah
pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai
suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang
halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang
diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
D. Wanprestasi dan Akibat-akibat
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara
kreditur dengan debitur.
Ada
empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau
akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu :
Membayar kerugian yang diderita oleh
kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga
unsur, yakni :
Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang
sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi
telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Peralihan resikoAdalah kewajiban untuk memikul kerugian
jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.
E. Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 KUHPerdata berisi tentang
ketentuan-ketentuan mengenai hapusnya suatu perikatan. Namun bukan
berarti Undang-undang hanya membatasi hapusnya perikatan hanya terbatas pada 10
(sepuluh) point diatas. Orang bisa saja menciptakan cara lain dari yang disebut
dalam 1381 KUHPerdata. Lagi pula yang dimaksud dalam 1381 satu belum lah
lengkap untuk menjadi syarat batalnya perikatan, sepert perikatan yang hapus
karena meninggalnya salah satu pihak tidak diatur oleh pasal tersebut.
a.Pembayaran.
b. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
c. Pembaharuan
utang (novasi).
d.
Perjumpaan utang atau kompensasi.
e. Percampuran
utang (konfusio).
f. Pembebasan utang.[2]
g. Musnahnya
barang terutang.
h. Batal/
pembatalan.
i. Berlakunya
suatu syarat batal.
j. Dan
lewatnya waktu (daluarsa).
Terkait dengan Pasal 1231 perikatan yang
lahir karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena perjanjian.Maka
berakhirnya perikatan juga demikian. Ada perikatan yang berakhir karena
perjanjian seperti pembayaran, novasi,
kompensasi, percampuran utang, pembebasan utang, pembatalan dan
berlakunya suatu syarat batal. Sedangkan
berakhirnya perikatan karena undang–undang diantaranya; konsignasi,
musnahnya barang terutang dan daluarsa.
Agar berakhirnya perikatan tersebut dapat
terurai jelas maka perlu dikemukakan beberapa item yang penting, perihal defenisi dan ketentuan-ketentuan yang
mengaturnya sehinga suatu perikatan/ kontrak dikatakan berakhir:
Pembayaran
Berakhirnya kontrak karena pembayaran
dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1382
BW sampai dengan Pasal 1403 BW. Pengertian pembayaran dapat ditinjau secara
sempit dan secara yuridis tekhnis.
Pembayaran dalam arti sempit adalah
pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan
dalam bentuk uang atau barang.Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti
yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti
jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Suatu maslah yang sering muncul dalam
pembayaran adalah masalah subrogasi.Subrogasi adalah penggantian hak-hak
siberpiutang (kreditur) oleh seorang ketiga yang membayar kepada siberpiutang
itu.Setelah utang dibayar, muncul seorang kreditur yang baru menggantikan
kreditur yang lama.Jadi utang tersebut hapus karena pembayaran tadi, tetapi
pada detik itu juga hidup lagi dengan orang ketiga tersebut sebagai pengganti
dari kreditur yang lama.
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang
kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat
melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih
menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
Novasi
Novasi diatur dalam Pasal 1413 Bw s/d 1424
BW. Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan
dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat
yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau
pembaharuan utang yakni:
Apabila seorang yang berutang membuat
suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan
utang yang lama yang dihapuskan karenanya.Novasi ini disebut novasi objektif.
Apabila seorang berutang baru ditunjuk
untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari
perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang
dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif)
Kompensasi
Kompensasi atau perjumpaan utang diatur
dalam Pasal 1425 BW s/d Pasal 1435 BW. Yang dimaksud dengan kompensasi adalah
penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang
sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW). Contoh:
A menyewakan rumah kepada si B seharga RP 300.000 pertahun. B baru membayar
setengah tahun terhadap rumah tersebut yakni RP 150.000. Akan tetapi pada bulan
kedua A meminjam uang kepada si B sebab ia butuh uang untuk membayar SPP untuk
anaknya sebanyak Rp 150.000. maka yang demikianlah antara si A dan si b terjadi
perjumpaan utang.
Konfusio
Konfusio atau percampuran utang diatur
dalam Pasal 1436 BW s/d Pasal 1437 BW.
Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan
kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (vide: Pasal 1436). Misalnya si debitur
dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau
sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
2. Hukum
Perjanjian
a.
Standar kontrak
adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara
tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas,
untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi
para konsumen (Johannes Gunawan)
— perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir
(Mariam Badrulzaman)
— is one in which there is great disparity of bargaining power that the
weaker party has no choice but to accept the terms imposed by the stronger
party or forego the transaction.
— Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau
pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan
disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat
standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada
kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa
yang ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model,
rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih
dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan
pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh
pemerintah.
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat
komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan,
dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah
dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah
telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah
pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam
undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
B.
Macam-macam perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator
ialah sebagai berikut:
a. Perjanjian dengan
cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu
perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2)
KUHPerdata).
- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian
dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b. Perjanjian sepihak dan
perjanjian timbal balik.
- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian
dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian
yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c. Perjanjian konsensuil,
formal dan riil.
- Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap
sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut.
- Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus
dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana
selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d. Perjanjian bernama,
tidak bernama, dan campuran.
- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana
UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai
bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang
tidak diatur secara khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang
mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
C.
Syarat sahnya perjanjian
Dasar
hukum dari sahnya suatu perjanjian adalah pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerd.). Disebutkan bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat, yaitu:
1. Kesepakatan
dari mereka yang mengikatkan diri,
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu
hal tertentu, dan
4. Suatu
sebab yang halal.
Dalam
perjanjian kerja, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 52 (1), syarat sahnya
suatu perjanjian secara lebih khusus mensyaratakan:
1) Kesepakatan
kedua belah pihak
2) Kemampuan
atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum
3) Adanya
pekerjaan yang diperjanjikan,dan
4) Pekerjaan
yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian
kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dibuat
secara lisan hanya untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terentu (PKWTT) dan harus
disertai dengan surat pengangkatan. Sementara untuk Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) wajib dibuat secara tertulis. PKWT yang dibuat secara lisan
adalah bertentangan dan menjadi PKWTT.
D.
Saat lahir perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
E.
Pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan
alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan
karena adanya wanprestasi dari debitur.Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian.Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
3. HUKUM
DAGANG
A.
Hubungan Hukum perdata dengan Hukum Dagang
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Ada juga menyebutkan Hukum Perdata adalah
rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang
yang satu dengan orang yang lain
Sedangkan hukum dagang ialah
hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk
memperoleh keuntungan. Ada juga yang menyebutkan hukum yang mengatur hubungan
hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan
perdagangan.
Hubungan antara hukum perdata dan hukum biasalah dikenal dengan istilah
special derogate legi generali. Artinya apabila adanya pengaturan Hukum dagang
maka dapat mengenyampingkan pengaturan yang diatur didalam Hukum Perdata.
B.
Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan
eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman
itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat
perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara
lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak
dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum
baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17
yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht)
khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan
hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
C.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan
perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
a. Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua
pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan
perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan
pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam
melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha
dan merupakan perusahaan besar.
Dalam menjalankan suatu perusahaan pasti akan dibutuhkannya tenaga bantuan
atau biasa disebut dengan pembantu-pembantu. Pembantu-pembantu disini memiliki
dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
- Pembantu di dalam perusahaan
Memiliki hubungan yang bersifat sub-ordinal, yaitu hubungan atas dan
hubungan bawah sehingga berlaku hubungan perburuhan, misalnya pemimpin
perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai
perusahaan.
- Pembantu di luar perusahaan
Memiliki hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar
sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan
penerima kuasa yang akan memperoleh upah.
D.
Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha dan Kewajibannya
Kewajiban adalah pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama
atau dengan negara. Maka dalam perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada
pelaku-pelaku dagang tersebut
1. Hak dan Kewajiban pengusaha adalah
a. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
b. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat.
c. Memberikan pelatihan kerja (pasal 12)
d. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban
menurut agamanya (pasal 80)
e. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam
seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan (pasal 77)
f. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan;
g. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib
membuat peraturan perusahaan
h. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur
resmi
i. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
j. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (pasal
90)
k. Wajib mengikutsertakan dalam program Jamsostek (pasal 99)
E.
Bentuk-Bentuk Badan Usaha
1.
PT (Perseroan Terbatas)
Perseroan terbatas merupakan
organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh
minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan
tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam
PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang
lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT /
persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan
berbagai persyaratan lainnya.
2.
Koperasi
Pengertian Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hokum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu
:
1. Perorangan, yaitu orang yang
sukarela menjadi anggota koperasi.
2. Badan hokum koperasi, yaitu
suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.
Definisi ILO (International Labour Organization).
Tujuan Koperasi
Untuk menyejahteraan anggotanya.Tujuan utama adalah mewujudkan masyarakat
adil makmur materian dan spiritual berdasarkan pancasila dan undang – undang
Dasar 1945.
3.
Yayasan
Suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal
yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004
menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri
mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.
Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status badan hukum
setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk.Permohonan pendirian yayasan dapat
diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan.Yayasan yang
telah memperoleh pengesahan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
4.
BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian
besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta
membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang
nilainya cukup besar.Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah
pegawai negeri.
TUJUAN BUMN
Tujuan BUMN selalu terdiri dari tujuan sosial dan tujuan
komersial.Sebaiknya tujuan sosial dibedakan dari tujuan komersial, untuk tujuan
sosial pemerintah memberi subsidi sedang tujuan komersial dibayar oleh
konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar