BAB
3
ETHICAL GOVERNANCE
Governance
System
Governance
System merupakan sebuah tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan.
Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance System yang tidak dapat
terpisahkan yaitu :
- Commitment on Governance
Adalah
sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan
perundang-perundangan yang berlaku.
- Governance Structure
Adalah
struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bak sesuai dengan
yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Governance Mechanism
Adalah
pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank
dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
- Governance Outcomes
Adalah
hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil kinerja maupun
acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil pekerjaan
Budaya
Etika
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran; akal budi: adat
istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari
lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang
mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban
moral.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya
adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu
mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi
dan tim manajemennya.
Kode
Perilaku Korporasi
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau
etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
Evaluasi
Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam
setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan
apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut
ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi, yaitu :
- Pelaporan pelanggaran Kode
Perilaku Korporasi
- Sanksi atas pelanggaran Kode
Perilaku Korporasi
Disamping
itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit
Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang
diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self
Assesment.
CONTOH KASUS
Kasus Bernard Madoff, yang
mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan diri dan mengaku bahwa
telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara dengan Rp550 trilyun, yang
menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah. Skema penipuan yang dilakukan
Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana ia menjanjikan return tertentu
bagi investornya. Padahal kenyataannya, investasinya tidak menguntungkan, dan
serupa dengan sistem money game atau gali lubang tutup lubang, dimana investor
dibayar dengan setoran dari investor baru.
Pihak yang menjadi korban Madoff
tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi finansial seperti HSBC,
Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang terpaksa menelan kerugian
miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi
karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi seseorang (Madoff) menjadikan
banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko terhadap investasinya.
Kemudian Satyam, yang dijuluki
dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni melakukan manipulasi
terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan pendapatan yang jauh lebih
besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian besar fiktif, serta pengakuan
utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan contoh absennya good corporate
governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan regulator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar